MENGUAK
BIOGRAFI BUMI
Judul buku
: History of Earth (Sejarah Bumi)
Penulis
: Ir. Agus Haryo Sudarmojo
Penerbit : PT Bentang Pustaka, Yogyakarta
Tahun terbit/edisi : Maret
2013/I
Tebal : 220 halaman
Selama bertahun-tahun bahkan
berabad-abad manusia hidup dan tinggal di atas sebuah planet kehidupan yang
bernama Bumi. Namun, selama itu pula banyak manusia yang tidak mengetahui
bagaimana proses pembentukan dan terciptanya planet yang selama ini jarang
sekali kita pedulikan. Bahkan, kita malah merusak dan menggerogotinya dengan
hawa nafsu yang seperti setan tanpa menghiraukan apa-apa yang telah Bumi
berikan kepada kita.
Stephen Hawking dalam bukunya A
Brief History of Time (1980) menggambarkan bahwa pergerakan Bumi dan
benda langit lainnya semakin berjauhan. Penemuan tersebut dianggap sebagai
penemuan paling revolusiuner pada abad ke-20. Umur Bumi pun disebutkan
secara matematis yaitu, dengan hasil 13,68 x 109 tahun.
Terbesit seperti mendapat ilham,
Agus Sudarmojo kelahiran Jakarta pada 31 Juli 1964 itu berani melahirkan buku
ini untuk menyadarkan kita sebagai makhluk yang hidup dan selalu bergantung
kepada Bumi perihal betapa tuanya usia planet yang kita huni saat ini. Dengan
tujuan yang tidak lain, agar kita mampu lebih menghargai Bumi
yang tercinta ini dan ikhlas untuk merawatnya, sebelum nantinya Bumi ini
tergulung lentur seperti layaknya selembar kertas.
Di antara banyak rahasia di
dalamnya, penulis mencoba mengungkap rahasia kecil tentang “biografi” Bumi,
yang mencakup di dalamnya asal mula penciptaan Bumi, umur Bumi, keanehan
satelit Bumi, asal muasal isi Bumi, sifat unik air, dan kinerja pasak-pasak
Bumi.
Gagasan dalam buku ini menunjukkan
bahwa tahap terciptanya Bumi melalui berbagai proses yang sangat panjang dan
sangat musahil bagi orang awam untuk mencernanya secara mentah. Namun, semua
itu sedikit lebih mudah untuk dipahami dengan bantuan ilmu sains yang
menganalisa dan memperkirakan bagaimana proses pencitaan Bumi dan
atribut-atribut yang lainnya secara nyata.
Yang menjadi pertanyaan menantang
dalam buku ini untuk setiap manusia yang menghuni Bumi ini ialah tahukah kita
bahwa Bumi pernah berpadu dengan langit? Bumi pernah mati kemudian beserdawa? Usia
Bumi sepertiga dari langit?
Atau, sempatkah kita bertanya dari
mana asal air yang tersedia dalam jumlah berlimpah di Bumi ini? Mungkin, sudahkah
kita mengetahui mengapa Bumi dijejali dengan rangkaian pegunungan yang berserak
di segala penjuru? Semua jawaban dari pertanyaan menantang di atas terselip di
dalam buku ini.
Menurut temuan sains modern, proses
kelahiran Bumi bermula dari ledakan kosmis yang sangat dahsyat. Ledakan ini
dikenal dengan peristiwa Big Bang yang terjadi sekitar 13,7 miliar tahun yang
lalu. Teori ini menjelaskan bahwa alam semesta awalnya tersusun dari kumpulan
titik-titik yang rapat, padat, dan panas.
Bukan hanya melulu soal pembentukan
Bumi, buku ini menjelaskan pula materi-materi pendukung alam semesta, pada bab
“Seandainya Rembulan Tiada” penulis sangat baik dalam mengungkapkan betapa
bahayanya jika bulan hancur atau lenyap, selain itu dijelaskan pula bagaimana
bulan terbentuk sekitar 4 miliar tahun yang lalu akibat benturan asteroid
sebesar planet mars ke Bumi. Jika bulan tiba-tiba menghilang, keadaan Bumi akan
menjadi sangat kacau, iklim tak bersahabat, bencana seperti gelombang pasang
dan gempa bumi akan terus terjadi dan beberapa daratan seperti New York, London
dan Tokyo akan lenyap layaknya Atlantis. Pembaca akan dibuat sadar bahwa bulan
yang datang saat malam bukan hanya untuk dilihat, namun begitu banyak manfaat
yang terpancar dari cahaya rembulan.
Perihal tentang bulan, sungguh
ironis dan tidak masuk akal jika ada yang mengatakan bulan pernah terbelah
kemudian menyatu kembali. Namun memang itulah sebenarnya yang terjadi, para
ilmuwan telah membuktikannya melalui bebatuan bulan yang sempat dibawakan oleh
dua orang astronot yang terkemuka, yaitu Neil Armstrong dan Edwin Aldrin
sepulang dari bulan.
Bumi tersusun atas daratan dan
lautan, pada bab selanjutnya dikemukakan mengenai porsi daratan dan lautan serta
maksud dari pembagian porsi tersebut. Presentase lautan lebih besar dibanding
daratan, yaitu 76% : 24% (3 : 1). Ternyata perbandingan tersebut sangatlah
proporsional dan memiliki maksud yang begitu baik. Ganggang biru dan ganggang hijau
yang hidup di lautan merupakan penyumbang oksigen terbesar di Bumi, bayangkan
jika perbandingan daratan lebih besar, mungkin Bumi akan didominasi oleh CO2 (karbondioksida) yang dapat menghambat
kehidupan di muka Bumi. Selain itu, terdapat penelitian bahwa air laut mampu
menjadi energi listrik untuk pemenuhan kebutuhan kehidupan di muka Bumi.
Berlanjut pada teori Continental Drift (Teori
dari Alfred Wegener, ahli meteorologi, 1912),
bahwasannya material penyusun Bumi itu bergerak, dahulu semua benua
pernah bersatu. Lempeng samudera bergerak 4-6 cm per tahun, ada yang saling
menjauh dan ada yang saling mendekat/menumbuk (teori Plate Tectonics 1960).
Diperkirakan 250 juta tahun yang akan datang, Negara Indonesia akan menghilang
terjepit tiga lempeng yaitu Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Kemudian
penulis menjelaskan bahwa Bumi pernah mati kemudian berserdawa, Bumi berserdawa
melalui gunung apinya. Gunung api mengeluarkan gas CO2 agar bisa bereaksi
dengan gas-gas alam lain, tak lain untuk mengurangi tekanan, munculnya reaksi
biokimia dan biofisika pada planet Bumi ketika itu dan menjadikan Bumi layak
huni.
Manusia
mungkin saat ini tidak sadar bahwa Bumi yang ditempatinya sangat unik. Adanya
kehidupan yang kompleks adalah salah satu kompleksitas komposisi Bumi, karena selain
Bumi tidak ada satu pun planet yang mengandung makhluk hidup seperti manusia,
hewan, dan tumbuhan. Kehidupan ini disebabkan oleh air yang ada di dalamnya. Dalam
buku ini dijelaskan bahwa air merupakan sumber kehidupan di muka Bumi. Tidak
hanya itu, datangnya air pertama kali ke Bumi juga aneh, jatuh dari langit bersama
dengan komet-komet.
Dr.
Masaru Emoto dalam bukunya yang berjudul The Hidden Message of Water menghasilkan
penelitian mencengangkan, ternyata air merespon segala pesan manusia, baik secara
lisan maupun tulisan. Air akan membentuk kristal indah manakala menerima pesan
baik dan terpuji. Sebaliknya jika pesan yang disampaikan buruk, air pun
menerima respon negatif.
Penulis
juga menyinggung tugas gunung sebagai pasak Bumi agar tidak goncang.
Penulis mencoba membawa pembaca untuk berpikir mengenai manfaat dari adanya
gunung-gunung di Bumi, terdapat tujuh tugas gunung. Pertama, gunung sebagai
pasak agar Bumi tidak berguncang, ternyata kedalaman akar gunung mencapai 10-15
kali lipat dari ketinggiannya. Teori
tektonik lempeng yang baru muncul berasumsi bahwa gunung mempunyai akar
yang sangat dalam yang berperan memperkokoh keberadaan lempeng-lempeng litosfer
Bumi. Kedua, gunung mampu merawat atmosfer Bumi salah satunya dengan cara
berserdawa yang telah dijelaskan sebelumnya, gunung menjadikan atmosfer tetap
stabil seperti saat awal pembentukannya. Ketiga, Bumi mampu memperlambat
pergerakan kerak atau lempeng Bumi, faktanya adanya gunung-gunung berapi di
Indonesia dapat mengurangi intensitas laju tumbukan lempeng Samudera Indonesia
dan lempeng Benua Eurasia. Keempat, gunung mampu memperkaya kandungan mineral
dalam tanah hasil lapukan batuan Bumi yang berada di bawahnya, hasil lapukan batuan
vulkanis merupakan cikal-bakal tanah yang subur. Kelima, gunung sebagai
reservoir air tawar bagi manusia. Keenam, gunung mengubah dan membentuk rona
permukaan Bumi dengan patahan dan lipatan baru yang terbentuk saat gunung
berapi meletus. Ketujuh, gunung mampu mendinginkan iklim dalam atmosfer planet
Bumi.
Penulis berusaha untuk menjelaskan
bab demi bab dengan baik dan rinci serta disuguhkan secara populer sehingga
mudah untuk dipahami, maka buku ini bisa dibaca oleh siapapun, bahkan untuk
orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan geologi dan atau astronomi.
Selain itu, di buku ini selalu disertakan gambar-gambar yang mendukung setiap
penjelasan, sehingga pembaca menjadi lebih mudah menyerap ilmunya. Penulis pun
terkadang menyelipkan analogi-analogi sehingga pembaca diajak berpikir sejenak.
Bagian paling penting adalah, penulis dalam menulis buku ini ternyata mengacu
dari banyak sekali pustaka sains ilmiah dan juga buku-buku agama sehingga mampu
meyakinkan pembaca bahwa apa yang ditulisnya berdasarkan fakta-fakta ilmiah.
Walau
buku ini dapat dinilai sebagai suatu hal menarik, karena mendasarkan pada
logika sains, tetapi penulis tidak berpikir panjang mengenai bukti-bukti yang
kuat dan masih begitu banyak manusia yang tidak terlalu mahir dalam ilmu sains,
sehingga kemungkinan besar observasi-observasi sains yang penulis suguhkan
dalam buku ini dapat dianggap hanya fiktif belaka. Sehingga penafsiran yang digunakannya
terkesan lebih individualistik dan sedikit emosional. Seharusnya penulis
mengadakan perbandingan dengan pendapat-pendapat yang telah mendahuluinya, demi
memperkaya pengetahuan pembaca.
Sangat
penting sekali bagi kita (manusia) sebagai makhluk yang bergantung kepada Bumi
untuk mengetahui bagaimana proses penciptaan dan pembentukan Bumi beserta
atribut-atribut yang ada pada Bumi untuk lebih menghargai dan merawat planet
biru ini, terlebih memperluas wawasan kita mengenai sejarah atau biografi Bumi.
Penulis,
ZULFANSYAH