Kamis, 26 Mei 2016

Hukum Bisnis (Hukum Jaminan)




MAKALAH HUKUM BISNIS
HUKUM JAMINAN

Disusun oleh :
Kelompok 4

Maghvira Sufani (150501004)
Zulfansyah (150501014)
Syafina Fathlia Yasmin (15050103
Milda Hasibuan (1505010
Friend (1505010
Samuel Sembiring (120501

Image result for feb usu logo

Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara
2016





KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. atas segala berkat dan rahmatNya sehingga penulis berhasil menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul “Hukum Jaminan” dengan baik guna memenuhi penilaian pada mata kuliah Hukum Bisnis di semester genap.
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah menganalisis mengenai hukum jaminan dalam berbisnis terhadap hukum bisnis. Selain itu, penulis juga berharap agar nantinya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait.
Makalah ini tidak akan tersusun tanpa bantuan dan bimbingan baik secara moril maupun materiil dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.      Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan kekuatan sehingga makalah ini terselesaikan dengan baik.
2.      Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil, dan selalu menjadi penyemangat dalam mencapai target.
3.      Bapak Tan Kamelo selaku dosen pengajar mata kuliah Hukum Bisnis yang pada kesempatan kali ini diwakili oleh asistennya yang telah banyak memberikan bimbingan dan bekal ilmu.
4.      Teman-teman yang selalu mendukung dan saling berbagi ide dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
5.      Segenap pihak-pihak terkait yang mendukung dalam penyelesaian makalah ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhirnya, penulis berharap keberadaan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi semua pihak pada umumnya.

Medan,      Mei 2016

                                                                                                                                 Penulis




DAFTAR ISI
Halaman Sampul                                                                                                                     i
Kata Pengantar                                                                                                                       ii
Daftar Isi                                                                                                                                 iii
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang                                                                                                                 1
1.2. Rumusan Masalah                                                                                                             1
1.3. Tujuan Penulisan                                                                                                               1
1.4. Manfaat Penulisan                                                                                                             1

Bab II Pembahasan
2.1. Ide Lahirnya Hukum Jaminan                                                                                           2
2.2. Tinjauan Teori                                                                                                                  2
2.3. Problematika Hukum Jaminan                                                                                          5
2.4. Asas-Asas Hukum Jaminan                                                                                             6
2.5. Klasifikasi Jaminan dalam Hukum Jaminan                                                                       7
2.6. Sumber Hukum Jaminan                                                                                                  8
Bab III Penutup
3.1. Simpulan                                                                                                                        10
3.2. Saran                                                                                                                             10
Daftar Pustaka                                                                                                                      11





BAB I
PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang

            Manusia dalam menjalani kehidupannya membutuhkan berbagai hal untuk memenuhi kebutuhan. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut setiap individu harus mendapatkannya dengan melakukan pembelian, meminjam atau pun dengan sistem barter. Untuk membeli dan meminjam saat ini memang sangat sering dilakukan dan dimungkinkan terjadi. Untuk barter memang mungkin terjadi tetapi saat ini sistem tersebut jarang sekali dipergunakan. Seperti yang kita ketahui manusia dalam usaha pemenuhan kebutuhan sehari-hari setiap orang memiliki berbagai cara sesuai dengan perkembangan kehidupan saat ini, misalnya pinjam-meminjam. Ketika terjadi hubungan pinjam meminjam maka timbul hak dan kewajiban, ketika terjadi wanprestasi maka di sinilah timbulnya pemikiran mengenai apa yang dinamakan jaminan.

1.2              Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang menjadi batasan-batasan dalam makalah ini adalah:
1.      Apa itu hukum jaminan?
2.      Seperti apa tinjauan teori dari hukum jaminan itu?
3.      Apa-apa saja yang menjadi problematika dalam hukum jaminan?
4.      Apa-apa saja yang menjadi asas dalam hukum jaminan?
5.      Bagaimana klasifikasi jaminan dalam hukum jaminan?
6.      Apa yang menjadi sumber hukum jaminan?
                                                   
1.3        Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah          :
1.      Untuk mengetahui secara singkat ide lahirnya hukum jaminan.
2.      Untuk mengetahui hukum jaminan yang ditinjau dari tinjauan teori.
3.      Untuk memberikan pemahaman hal yang menjadi problematika di dalam hukum jaminan.
4.      Untuk mengetahui asas-asas dalam hukum jaminan.
5.      Untuk menemukan klasifikasi jaminan di dalam hukum jaminan.
6.      Untuk mengetahui hal apa saja yang menjadi sumber hukum jaminan.

1.4              Manfaat Penulisan
Setelah menyelesaikan makalah ini, maka manfaat yang diharapkan penulis berupa:
a.       Manfaat Teoritis
1.                  Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa terutama di bidang hukum jaminan dalam hukum bisnis serta memberikan kontribusi kepada pihak-pihak yang membutuhkan.
2.      Penulis berharap makalah ini dapat menambah rujukan bagi mahasiswa mengenai penelitian yang terkait dengan topik makalah ini.

b.      Manfaat Praktis
Hasil makalah ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dan menambah  referensi. Selain itu dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang topik makalah ini. Serta untuk memenuhi nilai pada mata kuliah Hukum Bisnis di semester genap ini.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ide Lahirnya Hukum Jaminan
Manusia dalam menjalani kehidupannya membutuhkan berbagai hal untuk memenuhi kebutuhan. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut setiap individu harus mendapatkannya dengan melakukan pembelian, meminjam atau pun dengan sistem barter. Untuk membeli dan meminjam saat ini memang sangat sering dilakukan dan dimungkinkan terjadi. Untuk barter memang mungkin terjadi tetapi saat ini sistem tersebut jarang sekali dipergunakan. Seperti yang kita ketahui manusia dalam usaha pemenuhan kebutuhan sehari-hari setiap orang memiliki berbagai cara sesuai dengan perkembangan kehidupan saat ini, misalnya pinjam-meminjam. Ketika terjadi hubungan pinjam meminjam maka timbul hak dan kewajiban, ketika terjadi wanprestasi maka di sinilah timbulnya pemikiran mengenai apa yang dinamakan jaminan.

2.2 TinjauanTeori
2.2.1 Pengertian Hukum Jaminan
            Jaminan adalah sesuatu benda atau barang yang dijadikan sebagai tanggungan dalam bentuk pinjaman uang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Wjs Poerwadarminta) diartikan sebagai tanggungan.
Menurut sudut  pandang yang lain:
- Thomas Suyatno, dkk. Memberikan pengertian jaminan kredit adalah penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggulangi pembayaran kembali suatu utang.
- Pasal 8 UU No. 10 1998 menyebutkan jaminan adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
- Jaminan menurut kamus perbankan menyebutkan bahwa jaminan yang diberikan oleh bank, jaminan tersebut dapat berupa jaminan fisik atau non-fisik. Jaminan fisik dapat berupa barang, sedangkan jaminan non-fisik berupa avalist (penanggung atau penjamin wesel).
- Djuhaenda Hasan memberikan penjelasan perihal pengertian jaminan, yaitu sarana perlindungan bagi keamanan kreditur perihal kepastian akan pelunasan utang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau penjamin debitur.
            Jadi, pengertian hukum  jaminan secara umum adalah keseluruhan kaedah-kaedah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapat fasilitas kredit.
Unsur-unsur yang ada dalam pengertian di atas tersebut ada 4, yaitu:
1. Adanya kaedah hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan.
3. Adanya jaminan.
4. Adanya fasilitas kredit.
Sumber hukum jaminan dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
·         Sumber hukum jaminan tertulis adalah tempat ditemukannya kaedah-kaedah hukum jaminan yang berasal dari sumber tertulis, seperti perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Contohnya adalah Buku II KUH Perdata yang terdiri dari 4 buku, yaitu Buku I tentang orang, Buku II tentang hukum benda, Buku III tentang  perikatan, dan Buku IV tentang pembuktian dan daluarsa.
·         Sumber hukum jaminan tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaedah-kaedah hukum jaminan yang berasal dari sumber tidak tertulis, seperti dalam hukum kebiasaan.
2.2.2 Penangguhan Penahanan
            Penangguhan panahanan diatur dalam Pasal 31 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang isinya sebagai berikut:
Pasal 31 ayat 1 Kuhap:
            “Atas permintaan tersangka atau terdakwah, penyidik, atau penuntut umum, atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.”
Pasal 31 ayat 2 Kuhap:
            “Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwah melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.”
2.2.3 Terjadinya Penangguhan
            Ditegaskan dalam pasal 31 ayat 1 KUHAP yang mana menurut penegasan ketentuan ini penangguhan terjadi:
1. Karena permintaan tersangka atau terdakwah.
2. Permintaan itu disetujui oleh instansi yang menahan atau bertanggung jawab secara yuridis atas penahanan dengan syarat dan jaminan yang ditetapkan.
3. Ada persetujuan dari orang tahanan untuk mematuhi syarat yang ditetapkan dan memenuhi jaminan yang ditentukan.
2.2.4 Syarat Penangguhan
            Syarat penangguhan di sini tidak dirinci di dalam Pasal 31 ayat 1 KUHAP tetapi di dalam penjelasannya tersirat sebagai berikut:
1.Wajib lapor.
2. Tidak keluar rumah.
3. Atau tidak keluar kota.
2.2.5 Definisi Jaminan Penangguhan Berupa Orang
            Jaminan berupa orang adalah berupa perjanjian penangguhan dimana seseorang bertindak dan menyediakan diri dengan suka rela sebagai jaminan. Orang penjamin di sini bisa penasihat hukumnya, keluarganya atau orang lain yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan tahanan.
            Penjamin memberi “pernyataan” dan kepastian kepada instansi yang menahan bahwa dia bersedia dan bertanggung jawab memikul segala resiko dan akibat yang timbul apabila tahanan melarikan diri.
            Tata cara penangguhan berupa orang sebenarnya dalam Pasal 31 KUHAP tidak ada penjelasan masalah tata cara penangguhan berupa orang. Dalam KUHAP hanya ada penjelasan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.

2.3 Problematika Hukum Jaminan
Ada beberapa yang muncul dalam tanggungan, yaitu:
1. Aturan jaminan penangguhan berupa orang.
Dalam Pasal 31 KUHAP belum secara keseluruhan mengatur bangaimana tata cara pelaksanaan pemberian jaminan tetapi jaminan penangguhan penahanan berupa orang diatur dalam Bab X Pasal 35 dan 36 PP. No.27/1983 dan angka 8 huruf a Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03/1983 yang berbunyi “Dalam hal permintaan untuk penangguhan penahanan yang dikabulkan maka diadakan perjanjian antara pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dengan tersangka atau penasehat hukum beserta syarat-syaratnya.
2. Tata cara peangguhan berupa orang.
a. Menyebut secara jelas identitas orang yang menjamin, maksudnya di sini adalah identitas penjamin dicantumkan secara jelas dan tegas dalam perjanjian penangguhan.
b. Instansi yang menahan menetapkan besarnya jumlah uang yang harus ditanggung oleh penjamin yang disebut “uang tanggungan”.
c. Pengeluaran surat perintah penagguhan didasarkan atas surat jaminan dari si penjamin.
d. Uang tanggungan wajib disetor oleh penjamin ke kas negara melalui Penitra Pengadilan. Timbulnya kewajiban orang yang menjamin menyetor uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan penahanan:
·         Apabila tersangka atau terdakwah melarikan diri.
·         Selama 3 bulan tersangka atau terdakwah tidak ditemukan.
·         Penyetoran uang tanggungan ke kas negara dilakukan orang yang menjamin melalui Panitera Pengadilan Negeri.
Angka 8 huruf j Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03/1983 yang garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Jika orang yang menjamin bersedia dan mampu melaksanakan penyetoran uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian, tidak diperlukan penetapan Pengadilan Negeri.
b.      Diperlukan penetapan pengadilan apabila orang yang menjamin tidak melaksanakan penyetoran uang tanggungan, karena:
Ø  Penetapan itu berisi perintah kepada juru sita pengadilan untuk melakukan “sita eksekusi” terhadap barang milik orang yang menjamin.
Ø  Pelaksanaan sita eksekusi atau eksekutorial beslag dan pelelangan dilakukan juru sita sesuai dengan hukum acara perdata.
Ø  Ketua pengadilan Negeri dapat memerintahkan sita eksekusi atas harta orang yang menjamin, baik yang bergerak maupun tidak bergerak.
Ø  Penjualan lelang atas sita eksekusi dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata. Setelah juru sita selesai melaksanakan peletakan sita eksekusi atas harta kekayaan orang yang menjamin, baru menyusul pelaksanaan penjualan lelang disetor ke kas negara melalui panitera sesuai dengan jumlah uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan. Seandainya hasil penjualan lelang melebihi jumlah uang tanggungan yang ditetapkan, kelebihan itu diserahkan kepada orang yang menjamin. Yang boleh diambil dan disetorkan ke kas negara hanya sebesar uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan. Sebaliknya, apabila hasil penjualan lelang masih kurang, ketua pengadilan negeri dapat lagi mengeluarkan surat penetapan kepada juru sita untuk meletakan sita eksekusi lanjutan terhadap harta milik orang yang menjamin, sampai terpenuhi pelunasan penyetoran uang tanggungan yang ditetapkan. Demikian seterusnya, sampai benar-benar terlunasi penyetoran uang tanggungan. Akan tetapi, seandainya seluruh harta kekayaan sudah habis dijual lelang, namun pelunasan uang tanggungan belum terpenuhi, penyitaan berhenti di situ untuk sementara, menunggu yang bersangkutan mempunyai harta lagi di kemudian hari. Jadi, kekurangan itu masih tetap merupakan utang yang harus dilunasi kepada kas negara sampai pada suatu saat mempunyai kesanggupan untuk melunasi.
3. Orang penjamin dalam penangguhan berupa orang.
            Orang penjamin dalam hal memberikan jaminan dalam penangguhan penahanan sebaiknya adalah dari keluarganya atau orang tua kandungnya sendiri yang beralamat dimana proses penyidikan tersebut dilakukan, dikarenakan agar memudahkan melakukan upaya hukum lainnya apabila orang yang ditangguhkan melarikan diri dan Penjamin memberi “pernyataan” dan kepastian kepada instansi yang menahan bahwa dia besedia dan bertanggung jawab memikul segala resiko dan akibat yang timbul apabila tahanan malarikan diri.
2.4 Asas-Asas Hukum Jaminan
2.4.1 Asas Mengenai Jaminan Utang dalam Hukum Jaminan
            Jaminan pemberian utang oleh kreditur terhadap debitur telah diatur dengan UU. Dalam hukum jaminan terdapat dua asas umum mengenai jaminan, antara lain:
1.      Dalam Pasal 1131KUH Perdata, yang menentukan bahwa segala harta kekayaan debitur, baik yang berupa benda bergerak Maupin benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang aka nada dikemudian hari, menjadi jaminan atau agunan bagi semua perikatan yang dibuat oleh debitur dengan para krediturnya.
2.      Dalam Pasal 1132 KUH Perdata, menyebutkan bahwa apabila debitur wanprestasi, maka hasiil penjualan atas semua harta kekayaan atas debitur tanpa kecuali, merupakan sumber bagi pelunasan utangnya.

2.4.2 Asas Mengenai Hak Jaminan dalam Hukum Jaminan
1.      Asas Territorial, yakni menentukan barang jaminan yang ada di suatu Negara hanya dapat dijadikan jaminan hutang apabila perjanjian hutang maupun pengikatan hipotik tersebut dibuat dinegara tersebut
2.      Asas Aksesoir, merupakan asas yang merujuk pada Pasal 1821 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa suatu perjanjian dapat diadakan apabila terdapat perjanjian pokoknya.
3.      Asas Hak Preferensi bahwa pihak kreditur kepada siapa debitur telah menjamin hutangnya pada umumnya mempunyai hak atas jaminan kredit tersebut untuk pelunasan hutangnya yang mesti didahulukan dari kreditur yang lain
4.      Asas Non-Distribusi menyebutkan bahwa suatu hak jaminan tidak dapat dipecah-pecah kepada beberapa orang kreditur.
5.      Asas Publisitas yang menyatakan bahwa suatu jaminan hutang harus dipublikasikan sehingga diketahui oleh khalayak umum
6.      Asas Eksistensi Benda, menyebutkan bahwa suatu hipotik atau hak tanggungan hanya dapat diletakkan pada benda yang benar-benar ada.
7.      Asas Eksistensi Perjanjian Pokok, yakni bahwa benda jaminan dapat diikat setelah adatanya perjanjian pokok
8.      Asas Larangan Janji Benda Jaminan Dimiliki Untuk Sendiri, yakni asas yang melarang kreditur untuk memiliki benda jaminan untuk diri sendiri
9.      Asas Formalism, menyebutkan bahwa terdapat tata cara atau profesi yang telah diatur oleh UU untuk membuat atau melaksanakan suatu perjanjian, antara lain adanya keharusan untuk melakukan pencatatan, keharusan untuk melaksanakan didepan pejabat tertentu, keharusan penggunaan instrument tertentu dan adanya keharusan penggunaan kata-kata tertentu dalam perjanjian.
10.   Asas Mengikuti Benda, yakni hak jaminan adalah hak kebendaan sehungga hak jaminan akan selalu ada pada suatu benda yang telah dijaminkan walaupun benda tersebut telah berpindah kepemilikannya

2.5 Klasifikasi Jaminan dalam Hukum Jaminan
1.      Jaminan Umum dan Jaminan Khusus
2.      Jaminan Pokok, Jaminan Utama dan Jaminan Tambahan
3.      Jaminan Kebendaan dan Jaminan Perorangan
4.      Jaminan Regulatif dan Jaminan Non Regulatif
5.      Jaminan Konvensional dan Jaminan Non Konvensional
6.      Jaminan Eksekutorial dan Jaminan Non Eksekutorial Khusus
7.      Jaminan Serah Benda dan Jaminan Serah Kepemilikan

2.6 Sumber Hukum Jaminan
1.      Buku ke II KUH Perdata (tentang gadai dari hipotik)
2.      Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (yang berkaitan hipotik kapal laut)
3.      Undang-Undang No. 5 tahun 1960 (tentang peraturan dasar pokok agrarian)
4.      Undang-Undang No 4 tahun 1996 (tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah)
5.      Undang-Undang No. 42 tahun 1949 (tentang fidusia)
6.      Undang-Undang No. 21 tahun 1992 (tentang pelayaran)

Pranata Jaminan dalam Hukum Perdata
1.      Cara terjadinya           
a.       Yang lahir karena Undang-Undang
b.      Yang lahir karena di perjanjian
2.      Objeknya
a.       Yang berobjek benda bergerak
b.      Yang berobjek benda tidak bergerak / benda tetap
c.       Yang berobjek benda berupa tanah
3.      Sifatnya
a.       Termasuk jaminan umum
b.      Termasuk jaminan khusus
c.       Yang bersifat jaminan kebendaan
d.      Yang bersifat perorangan
4.      Kewenangan menguasai benda jaminan
Dari kewenangan menguasai benda jaminan, penjaminan dibedakan antara :
a.       Yang menguasai benda jaminan
b.      Tanpa menguasai benda jaminan

Berdasarkan paparan di atas maka dapat dipahami bahwa    :
1.      Dari penjelasan di atas tergambar dengan jelas bahwa didalam KUHAP juga ada diatur masalah jaminan yaitu jaminan dalam hal penangguhan penahanan terhadap seseorang yang diduga melakukan dengan jaminan berupa orang.
2.      Unsur jaminan dalam penangguhan tidak bersifat mutlah hal ini sebagai mana tercantuk dalam :
Pasal 31 ayat 1 KUHAP :
“Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengadakan penangguhan penanganan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan” jadi tindakan pemberian penangguhan penahanan tetap sah menurut hukum walau tanpa jaminan.
3.      Jaminan penangguhan berupa orang adalah berupa perjanjian penangguhan dimana seseorang bertindak dan menyediakan diri dengan suka rela sebagai jaminan. Disamping membuat surat perjanjian penangguhan memuat secara jelas identitas orang penjamin, juga memuat “besarnya yang yang harus ditanggung oleh orang yang menjamin”. Biasa disebut Uang Tanggunan.
4.      Jaminan adalah “menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Yang mana jaminan disini tidak saja mengatur masalah kebendaan tetapi juga masalah orang.
5.      Dalam hal memberikan penangguhan penahanan dengan jumlah berupa orang sebaiknya pihak penjamin adalah orang tua kandung atau saudara kandung orang yang ditahan dan beralamat diwilayah hukum proses perkara tersebut terjadi, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti pada contoh kasus di atas.






BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Hukum jaminan adalah kaidah atau peraturan hukum yang mengatur ketentuan mengenai jaminan dari pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi kepastian pelunasan piutang kreditur atau pelaksanaan suatu prestasi. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sudah sering mendengar istilah jaminan. Jaminan dalam pengertian bahasa sehari-hari biasanya merujuk pada pengertian adanya suatu benda atau barang yang dijadikan sebagai pengganti atau penanggung pinjaman uang terhadap seseorang.
3.2 Saran
Dalam melakukan kegiatan pinjam-meminjam sebaiknya dilandasi dengan jaminan, karena dengan adanya jaminan para kreditur mendapatkan sarana perlindungan bagi keamanan atau kepastian pelunasan utang debitur. Jadi, marilah kreditur dan debitur melakukan sebuah jaminan dalam proses peminjaman atau utang.






DAFTAR PUSTAKA

Samadani, Adil. 2013. Dasar-dasar Hukum Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media
            http://zulfansyahbieber.blogspot.com