MAKALAH HUKUM
BISNIS
HUKUM
JAMINAN
Disusun
oleh :
Kelompok 4
Maghvira Sufani (150501004)
Zulfansyah (150501014)
Syafina Fathlia
Yasmin (15050103
Milda Hasibuan (1505010
Friend
(1505010
Samuel
Sembiring (120501
Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara
2016
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT.
atas segala berkat dan rahmatNya sehingga penulis berhasil menyelesaikan
penulisan makalah ini dengan judul “Hukum Jaminan” dengan baik guna memenuhi penilaian pada mata kuliah Hukum Bisnis
di semester genap.
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan
makalah ini adalah menganalisis mengenai hukum jaminan dalam berbisnis terhadap
hukum bisnis. Selain itu, penulis juga berharap agar nantinya makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait.
Makalah
ini tidak akan tersusun tanpa bantuan dan bimbingan baik secara moril maupun
materiil dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Allah
SWT. yang telah memberikan rahmat dan kekuatan sehingga makalah ini
terselesaikan dengan baik.
2. Kedua
orang tua yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil, dan selalu
menjadi penyemangat dalam mencapai target.
3. Bapak
Tan Kamelo selaku dosen pengajar mata kuliah Hukum Bisnis yang pada kesempatan
kali ini diwakili oleh asistennya yang telah banyak memberikan bimbingan dan
bekal ilmu.
4. Teman-teman
yang selalu mendukung dan saling berbagi ide dalam menyelesaikan tugas makalah
ini.
5. Segenap
pihak-pihak terkait yang mendukung dalam penyelesaian makalah ini yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhirnya,
penulis berharap keberadaan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
sendiri khususnya dan bagi semua pihak pada umumnya.
Medan, Mei 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul i
Kata
Pengantar ii
Daftar
Isi iii
Bab
I Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang 1
1.2.
Rumusan Masalah 1
1.3.
Tujuan Penulisan 1
1.4.
Manfaat Penulisan 1
Bab II Pembahasan
2.1. Ide Lahirnya Hukum Jaminan 2
2.2. Tinjauan Teori 2
2.3. Problematika Hukum Jaminan 5
2.4. Asas-Asas Hukum Jaminan 6
2.5. Klasifikasi Jaminan dalam Hukum Jaminan 7
2.6. Sumber Hukum Jaminan 8
Bab
III Penutup
3.1. Simpulan 10
3.2. Saran 10
Daftar
Pustaka 11
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manusia dalam
menjalani kehidupannya membutuhkan berbagai hal untuk memenuhi kebutuhan. Dalam
memenuhi kebutuhan tersebut setiap individu harus mendapatkannya dengan
melakukan pembelian, meminjam atau pun dengan sistem barter. Untuk membeli dan
meminjam saat ini memang sangat sering dilakukan dan dimungkinkan terjadi.
Untuk barter memang mungkin terjadi tetapi saat ini sistem tersebut jarang
sekali dipergunakan. Seperti yang kita ketahui manusia dalam usaha pemenuhan
kebutuhan sehari-hari setiap orang memiliki berbagai cara sesuai dengan
perkembangan kehidupan saat ini, misalnya pinjam-meminjam. Ketika terjadi
hubungan pinjam meminjam maka timbul hak dan kewajiban, ketika terjadi wanprestasi
maka di sinilah timbulnya pemikiran mengenai apa yang dinamakan jaminan.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalah yang menjadi batasan-batasan dalam makalah ini adalah:
1.
Apa itu
hukum jaminan?
2.
Seperti
apa tinjauan teori dari hukum jaminan itu?
3.
Apa-apa
saja yang menjadi problematika dalam hukum jaminan?
4.
Apa-apa
saja yang menjadi asas dalam hukum jaminan?
5.
Bagaimana
klasifikasi jaminan dalam hukum jaminan?
6.
Apa yang
menjadi sumber hukum jaminan?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui secara singkat ide lahirnya hukum jaminan.
2.
Untuk mengetahui hukum jaminan yang ditinjau dari
tinjauan teori.
3.
Untuk
memberikan pemahaman hal yang menjadi problematika di dalam hukum jaminan.
4.
Untuk mengetahui asas-asas dalam hukum jaminan.
5.
Untuk
menemukan klasifikasi jaminan di dalam hukum jaminan.
6.
Untuk
mengetahui hal apa saja yang menjadi sumber hukum jaminan.
1.4
Manfaat Penulisan
Setelah menyelesaikan makalah ini, maka manfaat yang diharapkan penulis berupa:
a.
Manfaat Teoritis
1.
Penulis
berharap makalah ini dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa terutama di bidang hukum jaminan dalam hukum
bisnis serta memberikan kontribusi kepada pihak-pihak yang
membutuhkan.
2.
Penulis
berharap makalah ini dapat menambah rujukan bagi mahasiswa mengenai penelitian
yang terkait dengan topik makalah ini.
b.
Manfaat
Praktis
Hasil makalah ini diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan penulis dan menambah
referensi. Selain itu dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi
pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang
topik makalah ini. Serta untuk memenuhi nilai pada mata kuliah Hukum Bisnis di
semester genap ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Ide Lahirnya Hukum Jaminan
Manusia dalam menjalani kehidupannya
membutuhkan berbagai hal untuk memenuhi kebutuhan. Dalam memenuhi kebutuhan
tersebut setiap individu harus mendapatkannya dengan melakukan pembelian,
meminjam atau pun dengan sistem barter. Untuk membeli dan meminjam saat ini
memang sangat sering dilakukan dan dimungkinkan terjadi. Untuk barter memang
mungkin terjadi tetapi saat ini sistem tersebut jarang sekali dipergunakan.
Seperti yang kita ketahui manusia dalam usaha pemenuhan kebutuhan sehari-hari
setiap orang memiliki berbagai cara sesuai dengan perkembangan kehidupan saat
ini, misalnya pinjam-meminjam. Ketika terjadi hubungan pinjam meminjam maka
timbul hak dan kewajiban, ketika terjadi wanprestasi maka di sinilah timbulnya
pemikiran mengenai apa yang dinamakan jaminan.
2.2
TinjauanTeori
2.2.1
Pengertian Hukum Jaminan
Jaminan adalah sesuatu benda atau barang yang dijadikan sebagai tanggungan dalam bentuk pinjaman uang. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Wjs Poerwadarminta)
diartikan sebagai tanggungan.
Menurut sudut pandang yang lain:
- Thomas Suyatno, dkk. Memberikan pengertian jaminan kredit adalah penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggulangi pembayaran kembali suatu utang.
- Pasal 8 UU No. 10 1998 menyebutkan jaminan adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan
yang diperjanjikan.
- Jaminan menurut kamus perbankan menyebutkan bahwa jaminan
yang diberikan oleh bank,
jaminan tersebut dapat berupa jaminan fisik atau
non-fisik. Jaminan fisik dapat berupa barang, sedangkan jaminan non-fisik berupa avalist
(penanggung atau penjamin wesel).
- Djuhaenda Hasan memberikan penjelasan perihal pengertian jaminan,
yaitu sarana perlindungan bagi keamanan kreditur perihal kepastian akan pelunasan utang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau penjamin debitur.
Jadi, pengertian hukum jaminan secara umum adalah keseluruhan kaedah-kaedah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapat fasilitas kredit.
Unsur-unsur
yang ada dalam pengertian
di atas tersebut ada
4, yaitu:
1. Adanya kaedah hukum baik
yang tertulis maupun tidak tertulis.
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan.
3. Adanya jaminan.
4.
Adanya fasilitas kredit.
Sumber hukum jaminan dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
·
Sumber hukum jaminan tertulis adalah tempat ditemukannya kaedah-kaedah hukum jaminan
yang berasal dari sumber tertulis,
seperti perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Contohnya adalah Buku
II KUH Perdata yang terdiri dari
4 buku, yaitu Buku I tentang
orang, Buku II tentang hukum benda, Buku III tentang perikatan,
dan Buku IV tentang pembuktian dan daluarsa.
·
Sumber hukum jaminan tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaedah-kaedah hukum jaminan
yang berasal dari sumber tidak tertulis, seperti dalam hukum kebiasaan.
2.2.2
Penangguhan Penahanan
Penangguhan panahanan diatur dalam Pasal
31 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
yang isinya sebagai berikut:
Pasal
31 ayat 1 Kuhap:
“Atas permintaan tersangka atau terdakwah,
penyidik, atau penuntut umum, atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.”
Pasal
31 ayat 2 Kuhap:
“Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau
hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwah melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.”
2.2.3
Terjadinya Penangguhan
Ditegaskan dalam pasal
31 ayat 1 KUHAP yang mana menurut penegasan ketentuan ini penangguhan terjadi:
1. Karena permintaan tersangka atau terdakwah.
2.
Permintaan itu disetujui oleh instansi yang menahan atau bertanggung jawab secara yuridis atas penahanan dengan syarat dan jaminan yang ditetapkan.
3.
Ada persetujuan dari
orang tahanan untuk mematuhi syarat
yang ditetapkan dan memenuhi jaminan
yang ditentukan.
2.2.4
Syarat Penangguhan
Syarat penangguhan
di sini tidak dirinci
di dalam Pasal 31 ayat 1 KUHAP tetapi di dalam penjelasannya tersirat sebagai berikut:
1.Wajib lapor.
2.
Tidak keluar rumah.
3. Atau tidak keluar kota.
2.2.5
Definisi Jaminan Penangguhan Berupa Orang
Jaminan berupa orang adalah berupa perjanjian penangguhan dimana seseorang bertindak dan menyediakan diri dengan suka rela sebagai jaminan.
Orang penjamin di sini bisa penasihat hukumnya,
keluarganya atau orang lain
yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan tahanan.
Penjamin memberi “pernyataan” dan kepastian kepada instansi yang menahan bahwa dia bersedia dan bertanggung jawab memikul segala resiko dan akibat
yang timbul apabila tahanan melarikan diri.
Tata
cara penangguhan berupa orang sebenarnya dalam Pasal
31 KUHAP tidak ada penjelasan masalah tata cara penangguhan berupa orang. Dalam KUHAP hanya ada penjelasan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan
orang, berdasarkan syarat
yang ditentukan.
2.3 Problematika Hukum Jaminan
1. Aturan
jaminan penangguhan berupa orang.
Dalam Pasal 31 KUHAP belum secara keseluruhan mengatur
bangaimana tata cara pelaksanaan pemberian jaminan tetapi jaminan penangguhan
penahanan berupa orang diatur dalam Bab X Pasal 35 dan 36 PP. No.27/1983 dan
angka 8 huruf a Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03/1983
yang berbunyi “Dalam hal permintaan untuk penangguhan penahanan yang dikabulkan
maka
diadakan perjanjian antara pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat
pemeriksaan dengan tersangka atau penasehat hukum beserta syarat-syaratnya.
2. Tata cara peangguhan
berupa orang.
a.
Menyebut secara jelas identitas orang yang menjamin, maksudnya di sini adalah
identitas penjamin dicantumkan secara jelas dan tegas dalam perjanjian
penangguhan.
b.
Instansi yang menahan menetapkan besarnya jumlah uang yang harus ditanggung
oleh penjamin yang disebut “uang tanggungan”.
c. Pengeluaran surat
perintah penagguhan didasarkan atas surat jaminan dari si penjamin.
d.
Uang tanggungan wajib disetor oleh penjamin ke kas negara melalui Penitra
Pengadilan. Timbulnya kewajiban orang yang menjamin menyetor uang tanggungan
yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan penahanan:
·
Apabila tersangka atau terdakwah
melarikan diri.
·
Selama 3 bulan tersangka atau terdakwah
tidak ditemukan.
·
Penyetoran uang tanggungan ke kas negara
dilakukan orang yang menjamin melalui Panitera Pengadilan Negeri.
Angka
8 huruf j Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03/1983 yang
garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Jika orang yang menjamin bersedia dan
mampu melaksanakan penyetoran uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian,
tidak diperlukan penetapan Pengadilan Negeri.
b.
Diperlukan penetapan pengadilan apabila
orang yang menjamin tidak melaksanakan penyetoran uang tanggungan, karena:
Ø Penetapan
itu berisi perintah kepada juru sita pengadilan untuk melakukan “sita eksekusi”
terhadap barang milik orang yang menjamin.
Ø Pelaksanaan
sita eksekusi atau eksekutorial beslag
dan pelelangan dilakukan juru sita sesuai dengan hukum acara perdata.
Ø Ketua
pengadilan Negeri dapat memerintahkan sita eksekusi atas harta orang yang
menjamin, baik yang bergerak maupun tidak bergerak.
Ø Penjualan
lelang atas sita eksekusi dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara
perdata. Setelah juru sita selesai melaksanakan peletakan sita eksekusi atas
harta kekayaan orang yang menjamin, baru menyusul pelaksanaan penjualan lelang
disetor ke kas negara melalui panitera sesuai dengan jumlah uang tanggungan
yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan. Seandainya hasil penjualan lelang
melebihi jumlah uang tanggungan yang ditetapkan, kelebihan itu diserahkan
kepada orang yang menjamin. Yang boleh diambil dan disetorkan ke kas negara
hanya sebesar uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan.
Sebaliknya, apabila hasil penjualan lelang masih kurang, ketua pengadilan
negeri dapat lagi mengeluarkan surat penetapan kepada juru sita untuk meletakan
sita eksekusi lanjutan terhadap harta milik orang yang menjamin, sampai
terpenuhi pelunasan penyetoran uang tanggungan yang ditetapkan. Demikian
seterusnya, sampai benar-benar terlunasi penyetoran uang tanggungan. Akan
tetapi, seandainya seluruh harta kekayaan sudah habis dijual lelang, namun
pelunasan uang tanggungan belum terpenuhi, penyitaan berhenti di situ untuk
sementara, menunggu yang bersangkutan mempunyai harta lagi di kemudian hari. Jadi,
kekurangan itu masih tetap merupakan utang yang harus dilunasi kepada kas
negara sampai pada suatu saat mempunyai kesanggupan untuk melunasi.
3. Orang penjamin dalam
penangguhan berupa orang.
Orang penjamin dalam hal memberikan jaminan dalam
penangguhan penahanan sebaiknya adalah dari keluarganya atau orang tua
kandungnya sendiri yang beralamat dimana proses penyidikan tersebut dilakukan,
dikarenakan agar memudahkan melakukan upaya hukum lainnya apabila orang yang
ditangguhkan melarikan diri dan Penjamin memberi “pernyataan” dan kepastian
kepada instansi yang menahan bahwa dia besedia dan bertanggung jawab memikul
segala resiko dan akibat yang timbul apabila tahanan malarikan diri.
2.4 Asas-Asas Hukum Jaminan
2.4.1
Asas Mengenai Jaminan Utang dalam Hukum Jaminan
Jaminan
pemberian utang oleh kreditur terhadap debitur telah diatur dengan UU. Dalam
hukum jaminan terdapat dua asas umum mengenai jaminan, antara lain:
1. Dalam
Pasal 1131KUH Perdata, yang menentukan bahwa segala harta kekayaan debitur,
baik yang berupa benda bergerak Maupin benda tetap, baik yang sudah ada maupun
yang aka nada dikemudian hari, menjadi jaminan atau agunan bagi semua perikatan
yang dibuat oleh debitur dengan para krediturnya.
2. Dalam
Pasal 1132 KUH Perdata, menyebutkan bahwa apabila debitur wanprestasi, maka
hasiil penjualan atas semua harta kekayaan atas debitur tanpa kecuali,
merupakan sumber bagi pelunasan utangnya.
2.4.2
Asas Mengenai Hak Jaminan dalam Hukum Jaminan
1. Asas
Territorial, yakni menentukan barang
jaminan yang ada di suatu Negara hanya dapat dijadikan jaminan hutang apabila
perjanjian hutang maupun pengikatan hipotik tersebut dibuat dinegara tersebut
2. Asas
Aksesoir, merupakan asas yang merujuk
pada Pasal 1821 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa suatu perjanjian dapat
diadakan apabila terdapat perjanjian pokoknya.
3. Asas
Hak Preferensi bahwa pihak kreditur kepada siapa debitur telah menjamin
hutangnya pada umumnya mempunyai hak atas jaminan kredit tersebut untuk
pelunasan hutangnya yang mesti didahulukan dari kreditur yang lain
4. Asas
Non-Distribusi menyebutkan bahwa suatu hak jaminan tidak dapat dipecah-pecah
kepada beberapa orang kreditur.
5. Asas
Publisitas yang menyatakan bahwa suatu jaminan hutang harus dipublikasikan
sehingga diketahui oleh khalayak umum
6. Asas
Eksistensi Benda, menyebutkan bahwa suatu hipotik atau hak tanggungan hanya
dapat diletakkan pada benda yang benar-benar ada.
7. Asas
Eksistensi Perjanjian Pokok, yakni bahwa benda jaminan dapat diikat setelah
adatanya perjanjian pokok
8. Asas
Larangan Janji Benda Jaminan Dimiliki Untuk Sendiri, yakni asas yang melarang
kreditur untuk memiliki benda jaminan untuk diri sendiri
9. Asas
Formalism, menyebutkan bahwa terdapat tata cara atau profesi yang telah diatur
oleh UU untuk membuat atau melaksanakan suatu perjanjian, antara lain adanya
keharusan untuk melakukan pencatatan, keharusan untuk melaksanakan didepan
pejabat tertentu, keharusan penggunaan instrument tertentu dan adanya keharusan
penggunaan kata-kata tertentu dalam perjanjian.
10. Asas Mengikuti Benda, yakni hak jaminan adalah
hak kebendaan sehungga hak jaminan akan selalu ada pada suatu benda yang telah
dijaminkan walaupun benda tersebut telah berpindah kepemilikannya
2.5 Klasifikasi Jaminan dalam Hukum Jaminan
1. Jaminan
Umum dan Jaminan Khusus
2. Jaminan
Pokok, Jaminan Utama dan Jaminan Tambahan
3. Jaminan
Kebendaan dan Jaminan Perorangan
4. Jaminan
Regulatif dan Jaminan Non Regulatif
5. Jaminan
Konvensional dan Jaminan Non Konvensional
6. Jaminan
Eksekutorial dan Jaminan Non Eksekutorial Khusus
7. Jaminan
Serah Benda dan Jaminan Serah Kepemilikan
2.6 Sumber Hukum Jaminan
1. Buku
ke II KUH Perdata (tentang gadai dari hipotik)
2. Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (yang berkaitan hipotik kapal laut)
3. Undang-Undang
No. 5 tahun 1960 (tentang peraturan dasar pokok agrarian)
4. Undang-Undang
No 4 tahun 1996 (tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah)
5. Undang-Undang
No. 42 tahun 1949 (tentang fidusia)
6. Undang-Undang
No. 21 tahun 1992 (tentang pelayaran)
Pranata
Jaminan dalam Hukum Perdata
1. Cara
terjadinya
a. Yang
lahir karena Undang-Undang
b. Yang
lahir karena di perjanjian
2. Objeknya
a. Yang
berobjek benda bergerak
b. Yang
berobjek benda tidak bergerak / benda tetap
c. Yang
berobjek benda berupa tanah
3. Sifatnya
a. Termasuk
jaminan umum
b. Termasuk
jaminan khusus
c. Yang
bersifat jaminan kebendaan
d. Yang
bersifat perorangan
4. Kewenangan
menguasai benda jaminan
Dari kewenangan
menguasai benda jaminan, penjaminan dibedakan antara :
a. Yang
menguasai benda jaminan
b. Tanpa
menguasai benda jaminan
Berdasarkan
paparan di atas maka dapat dipahami bahwa :
1. Dari
penjelasan di atas tergambar dengan jelas bahwa didalam KUHAP juga ada diatur
masalah jaminan yaitu jaminan dalam hal penangguhan penahanan terhadap
seseorang yang diduga melakukan dengan jaminan berupa orang.
2. Unsur
jaminan dalam penangguhan tidak bersifat mutlah hal ini sebagai mana tercantuk
dalam :
Pasal 31 ayat 1 KUHAP :
“Atas
permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim,
sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengadakan penangguhan penanganan
dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang
ditentukan” jadi tindakan pemberian penangguhan penahanan tetap sah menurut
hukum walau tanpa jaminan.
3. Jaminan
penangguhan berupa orang adalah berupa perjanjian penangguhan dimana seseorang
bertindak dan menyediakan diri dengan suka rela sebagai jaminan. Disamping
membuat surat perjanjian penangguhan memuat secara jelas identitas orang
penjamin, juga memuat “besarnya yang yang harus ditanggung oleh orang yang
menjamin”. Biasa disebut Uang Tanggunan.
4. Jaminan
adalah “menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang
timbul dari suatu perikatan hukum. Yang mana jaminan disini tidak saja mengatur
masalah kebendaan tetapi juga masalah orang.
5. Dalam
hal memberikan penangguhan penahanan dengan jumlah berupa orang sebaiknya pihak
penjamin adalah orang tua kandung atau saudara kandung orang yang ditahan dan
beralamat diwilayah hukum proses perkara tersebut terjadi, guna menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan seperti pada contoh kasus di atas.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Hukum
jaminan adalah kaidah atau peraturan hukum yang mengatur ketentuan mengenai
jaminan dari pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi kepastian pelunasan
piutang kreditur atau pelaksanaan suatu prestasi. Dalam kehidupan sehari-hari
kita juga sudah sering mendengar istilah jaminan. Jaminan dalam pengertian
bahasa sehari-hari biasanya merujuk pada pengertian adanya suatu benda atau
barang yang dijadikan sebagai pengganti atau penanggung pinjaman uang terhadap
seseorang.
3.2 Saran
Dalam
melakukan kegiatan pinjam-meminjam sebaiknya dilandasi dengan jaminan, karena
dengan adanya jaminan para kreditur mendapatkan sarana perlindungan bagi keamanan
atau kepastian pelunasan utang debitur. Jadi, marilah kreditur dan debitur
melakukan sebuah jaminan dalam proses peminjaman atau utang.
DAFTAR
PUSTAKA
Samadani, Adil. 2013. Dasar-dasar Hukum Bisnis.
Jakarta: Mitra Wacana Media
http://zulfansyahbieber.blogspot.com